News Rabu, 22 Desember 2021 | 11:12

Pemerintah Didesak Perbaiki Sistem Karantina 

Lihat Foto Pemerintah Didesak Perbaiki Sistem Karantina  Ilustrasi Karantina. (Foto: Ist)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Merespons beredarnya video dan pemberitaan media tentang panjangnya antrean WNI di Bandara Soekarno Hatta pada Sabtu, 18 Desember 2021, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Kesehatan Masyarakat mendesak pemerintah segera memperbaiki sistem dan mekanisme karantina

"Ini diperlukan untuk melindungi warga dari ancaman penularan virus corona dan dari dampak kerugian lainnya, seperti calo makanan maupun karantina di hotel dengan biaya jutaan rupiah," kata Amanda Tan dari LaporCovid-19, yang tergabung koalisi dalam keterangan tertulis, Rabu, 22 Desember 2021. 

Koalisi kata Amanda mencatat tiga hal dari peristiwa ini, yakni pertama penumpukan antrean tersebut merupakan bukti bahwa sistem dan mekanisme karantina masih belum efektif dan justru rentan menjadi sumber penularan virus. 

Penumpukan menunjukkan ketidaksiapan pemerintah dan mengakibatkan banyak warga harus menunggu hingga dua puluh jam untuk masuk menuju Wisma Atlet yang sedang ditutup karena terdeteksinya kasus Omicron. 

Bahkan, menurut video yang beredar di publik, warga terpaksa tidur di lantai bandara atau conveyor belt. Dalam kondisi lelah setelah menempuh perjalanan jauh, situasi ini bisa menurunkan stamina kesehatan, dan tidak mustahil menjadikan rentan sakit. 

Kedua, lemahnya tata laksana dan sistem karantina melahirkan banyaknya calo, baik calo hotel karantina, maupun makanan kecil. Karantina di hotel dipatok dengan harga yang tidak masuk akal, mencapai Rp 19.000.000 per orang untuk karantina 10 hari. 

Situasi ini juga dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk melakukan aksi suap hingga meloloskan warga untuk tidak mengikuti karantina. 

Sebelumnya, pada April 2021 tujuh WNA asal India menyuap petugas untuk menghindari ketentuan karantina. Contoh lain, seorang publik figur mengaku membayar oknum TNI Rp 40 juta untuk bisa lolos dari karantina. 

"Terulangnya kejadian ini menandakan bahwa terjadi pembiaran terhadap aksi calo dan pungli dalam proses karantina pelaku perjalanan luar negeri. Selain itu, pengawasan terhadap alur masuk dan juga karantina bagi pelaku perjalanan internasional masih lemah dan belum ada upaya perbaikan serius dari pemerintah," imbuh Aditia Bagus Santoso dari YLBHI. 

Ketiga, sangat disesalkan pemerintah kembali menunjukkan sifat anti kritiknya. Warga yang mengeluhkan dan merekam kejadian penumpukan antrean karantina di Bandara Soekarno Hatta justru dihukum dengan menempatkan antreannya di akhir untuk menuju lokasi karantina. 

Penghukuman ini membuktikan pemerintah anti-kritik, represif, dan tidak mengutamakan kesehatan masyarakat. Seharusnya, pemerintah melihat aksi tersebut sebagai dorongan untuk memperbaiki sistem karantina. 

Pemerintah justru meminta warga yang mampu untuk memilih karantina berbayar sehingga tidak terjadi penumpukan. Kondisi ini berbanding terbalik dengan pengistimewaan pejabat pemerintah yang mendapat dispensasi waktu dan lokasi karantina. 

"Kami Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Akses Kesehatan Masyarakat mendesak pemerintah untuk memperbaiki sistem dan mekanisme alur masuk dan karantina dengan memastikan adanya kesiapan fasilitas karantina yang dapat segera ditempati oleh para pelaku perjalanan internasional secara adil," tukas  Tihfah Alita dari Lokataru. 

Kemudian meminta dipastikan perlindungan warga pelaku perjalanan luar negeri dari aksi suap, calo, dan segala bentuk kecurangan lainnya dengan menindak sesuai aturan yang berlaku sehingga warga diperlakukan secara adil.

"Kami juga mendesak dihentikan segala bentuk aksi represif dan anti-kritik terhadap warga yang menyampaikan laporan maupun keluhan atas buruknya tata laksana penanganan pandemi; dan melakukan perbaikan sebagai bentuk melibatkan partisipasi warga dalam memperbaiki sistem penanganan pandemi," tukas Tihfah mewakili koalisi. [] 

 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya